Sunday, February 07, 2016

Master degree student bawa keluarga ke Belanda, bisa banget!

Alhamdulillah, akhirnya keluarga kecil kita bisa ngumpul lagi di Belanda. Latepost sih ini soalnya riweuh ngurusin administrasi sama ketumpuk assignments dan exam. Sesuai janjiku di postingan sebelumnya, akan kubeberkan cara bawa keluarga ke Belanda kalau aku berhasil. And... this is it.

Orang Jawa emang prinsipnya "mangan ora mangan asal ngumpul" jadi berasa banget tiga bulan jauh dari si kecil, padahal anak itu udah mandiri banget dan kelihatannya fine-fine aja ditinggal. Rata-rata disini yang maksa bawa keluarga itu ya orang Indonesia hehe...dengan uang beasiswa yang ngga seberapa, jauh dari batas gaji minimum buat keluarga. Untunglah kita kreatif berhemat, udah biasa dari dulu ngga punya uang. Toh masih sempet jalan-jalan juga walau ngga sampe ke ujung Eropa gitu. Kenikmatannya beda lho antara jalan sendiri dan jalan sama keluarga. 

Proses visa bawa keluarga ke Belanda itu ada dua jenis, short stay sama long stay. Visa short stay cuma buat maksimal 3 bulan, perijinannya ngga terlalu susah dan cepet lewat agen yang ditunjuk Kedutaan Belanda di Indonesia. Biasanya kampus mau bantu buat visa model ini jadi aku ngga bahas. Visa long stay untuk bawa keluarga jauh lebih susah dan ngga semua kampus mau bantu mahasiswa master degree bawa keluarga kesini, contohnya kampusku. Dengan alasan cuma kuliah 18 bulan dan beban kuliah yang berat (ngga bohong, ini cape lahir batin) jadi menurut mereka lebih baik konsentrasi kuliah dan tahan-tahanlah jauh dari keluarga 'sebentar'. Lain ceritanya buat mahasiswa PhD karena waktunya 5-6 tahun, biasanya visa keluarga dibantu kampus.


Visa long stay buat keluarga bisa dibaca resminya disini, untuk suami/istri disini dan anak disini. Tapi kalau semudah itu, pasti ngga ada yang buka blog ini buat baca-baca. Untunglah buat student family ngga ada kewajiban buat ikut Civic Integration Examination Abroad alias ujian kewarganegaraan Belanda. Syarat utamanya visa long stay itu, copy paspor (suami/istri dan anak), copy akte kelahiran dan buku nikah yang sebelumnya sudah dilegalisir Kedutaan Belanda, isi dan ttd form aplikasi visa oleh sponsor, student selaku sponsor yang mengundang dan bertanggungjawab atas keluarganya ke Belanda, disini (hehe...jangan kaget ini 40 lembar). Form aplikasi visa di link itu sudah komplit sama form kesediaan ikut tes TBC, Employer's Declaration, dan Antecedents Certificate. Cek semua checklist sama tandatangan (sponsor dan suami/istri), saranku minta bantuan orang lain buat cek ulang. Legalisir dokumen sampai ke Kedutaan Belanda sudah banyak yang bahas, walau isunya sekarang dokumen harus diterjemahkan ke Bahasa Belanda, tapi aku ngga akan bahas. Sebaiknya copy warna ya, semua dokumen (pokoknya semua yang terkait) dikirim ke IND Belanda (Immigratie-en Naturalisatiedienst Postbus 287 7600 AG Almelo) masing-masing satu rangkap untuk satu orang, boleh dalam satu amplop tapi dirapikan pakai letter files tanpa diklip atau distaples.

Sebenarnya bisa saja semua proses ini dilakukan sejak student dan keluarga masih di Indonesia, kabarnya proses apply visa lebih cepat kalau diajukan sejak masih di Indonesia, tapi syaratnya harus apply bersama. Enaknya, nanti bisa berangkat bareng keluarga sejak awal. Ngga enaknya, ongkir mahal dan keluarga belum jelas sikonnya, terutama nyari akomodasi buat keluarga yang susahnya ampun ampun, dan yang bawa anak kecil repot adaptasinya. Mesti nyari daycare atau sekolah (umur 6 tahun sudah wajib), belum lagi nyari peralatan rumah tangga, dan ngurus administrasi buat keluarga yang misah dari kita sebagai student. Dan buat kasusku karena housing di Delft susah banget dan kampus baru mau bantu carikan family housing setelah student nyampe di Belanda, jadi terpaksalah berpisah dulu, jadi dokumen kukirim dari Delft ke Almelo, keluarga tinggal nunggu kabar dari aku.

Semua dokumen sudah aku siapkan sebelum berangkat supaya ngirit biaya ongkir dan bisa cepat gabung lagi sama keluarga. Dokumen yang ribet ngurusnya itu legalisir akte kelahiran sama buku nikah. Tapi yang paling bikin stress buatku itu dokumen yang membuktikan kalau aku mampu menghidupi keluargaku selama minimal setahun sebagai sponsor disini. Buatku yang hidup seadanya plus tabungan pas-pasan bener-bener ini isu yang bikin galau setengah mati. Biaya hidup minimal per bulan (berubah tiap 6 bulan) besarannya disini dan sponsor harus bisa ngasih bukti kalau mampu menyediakan dana sebesar itu minimal buat 12 bulan. Cek sana sini ternyata harus dari penghasilanku sendiri selaku sponsor, bukan penghasilan suami/istri yang diundang, dan buku tabungan juga milik sponsor. Akhirnya setelah banyak banget diskusi sama temen dan senior, ternyata bisa masukin kontrak beasiswa kita, ditambah slip gaji/listing gaji yang dilampirkan Employer's Declaration yang dittd dan stempel resmi tempat kerja, ditambah copy buku tabungan yang dilampirkan bank statement. Alhamdulillah, ngepas banget sama target minimum penghasilan.

Beberapa hari kemudian dapet surat dari IND bahwa aplikasi sudah diterima, selanjutnya ada dua jalur proses. Ada yang disuruh bayar dulu baru diproses, ada juga yang diproses dulu baru bayar. Tapi tetep aja visa diterima atau ngga mah, disuruh bayar segini. Kalau aku itu disuruh bayar setelah diproses, setelah sebulan datang surat dari IND yang minta ditransfer biaya visa ke rekeningnya. Setelah ditransfer, ngga beberapa lama datang surat kalau visanya diterima terus suami/istri dan anak disuruh datang ke Kedutaan Belanda di Jakarta buat prosedur rekam sidik jari dst. Paspor mereka dikumpulin buat ditempel stiker visa. Ngambil paspor plus visa berikutnya bisa pakai surat kuasa kok. Finished!

Veel succes buat pemburu visa bawa keluarga ke Belanda!

No comments: